Postingan

Merasakan "Jiwa" Era Joseon dalam Novel Mr.Sunshine

Gambar
Judul buku: Mr. Sunshine (1) Penulis naskah drama: Kim Eun Sook Adaptasi novel: Kim Su Yeon Penerbit: Buana Sastra Bahasa: Indonesia (versi asli Bahasa Korea) Jumlah halaman: 353 Harga eceran versi cetak: Rp89.000,- Tahun terbit: 2021     "Dasar kejam. Setiap hari aku..." "Menangis?" "Mengutukmu."      Pekan ini aku telah menyelesaikan satu buku, meskipun diselingi beberapa tugas kuliah yang harus aku kerjakan. Dengan diselingi baca buku yang gak ada hubungannya sama tugas kuliah, maka aku merasa tidak begitu stress dengan tugas kuliah yang ada. Mungkin buku ini memenuhi kebutuhan akan asupan karya fiksi harianku :D   Membaca buku ini terasa menyenangkan. Merupakan novel yang diadaptasi oleh Kim Su Yeon dari sebuah drama yang ditulis oleh Kim Eun Sook, penulis drama terkenal di Korea Selatan yang banyak karyanya telah berhasil memikat hati para penontonnya. Drama hasil karya Kim Eun Sook yang sudah saya tonton di antaranya Descendant of The Sun, The Heirs,

What's Going on September: Sebuah Refleksi

Sudah menginjak akhir September. Aku rasa diriku kurang peka terhadap apa yang terjadi pada sekitarku dan padaku. Sehingga untuk menulis apa saja yang terjadi di bulan ini, aku harus berusaha agak keras untuk mengingat apa saja yang sudah terjadi. Sebenarnya aku merasa tak punya ide untuk menulis belakangan ini. Karena beberapa hal, mungkin. Yang paling utama sih mungkin karena aku sedang terlalu keras berpikir dan khawatir mengenai sesuatu, sehingga ini terasa berlebihan. Rasanya hari ke hari berlalu begitu cepat, sampai aku sekarang berpikir, apakah aku sudah melakukan sesuatu yang bermanfaat? terutama bagi diriku sendiri.  Mengurangi Kegiatan Bersosial Media di Instagram Aku memiliki dua akun Instagram. Akun yang pertama adalah akun yang memiliki banyak following dan followers, aku pikir ini adalah akun untuk membentuk citra diriku bagi orang lain. Untuk akun kedua, ini adalah akun di mana aku memiliki lebih banyak following ketimbang followers. Aku cenderung menggunakan akun ini un

Apakah kau sudah tidak bahagia hari ini? (Saat aku begitu mencintaimu, dua tahun lalu)

Hari ini ingatan melemparku berlalu ke dua tahun lalu saat aku begitu mencintaimu. Takdir begitu jahat. Setidaknya itu yang masih aku yakini hingga saat ini. Sebenarnya yang terjadi cukup klise, aku yang genggamannya dilepas saat aku sedang memegang begitu erat.  Sebenarnya pula aku tak ingin untuk membahas ini lagi dalam tulisanku. Tapi ayolah, kau tahu jika tidak menulis akan sangat risau aku hingga mungkin tak akan bisa tidur malam ini. Tetapi di sisi lain, sungguh aku tak sudi lagi menulis apapun yang menyangkut dirimu. Peduli pun aku tidak ingin, namun di sinilah aku, yang pada akhirnya menuliskan lagi pikiranku tentangmu yang pasti terpaut kita, dulu. Saat ini, memori yang ingin kubuang menghampiriku. Ingatan tentang aku yang begitu berdebar dengan keberadaanmu mengusik malamku.  Sialan! Berkali-kali aku mengutuk kenangan di mana guratan senyum terpahat cantik di bibirmu malam itu. Saat di mana aku begitu mencintaimu, dua tahun lalu.  Aku ingin abai dan lalai dalam mengenangmu. P

Rasanya Baru Kemarin Aku Pertama Kali Memakai Miniset

 Rasanya diriku sekarang dengan aku di kelas 4 SD hanya berjarak satu hari kemarin. Baru mengenal drama Korea beserta OST-OSTnya, juga rasanya baru kemarin aku mengenal blogging.  Aku sadar sekarang, bahwa aku perlu betul-betul menikmati setiap waktu yang dilewati. Rasa sesal itu jelas ada, karena aku kurang menikmati berlalunya waktu sehingga rasanya baru kemarin aku begitu menyukai aktor Jang Geun Suk hingga sekarang beralih ke musisi Ardhito Pramono. Rasanya baru kemarin aku nyanyi Without Words-nya Park Shin Hye keras-keras di kamar mandi. Rasanya baru kemarin aku pertama kalinya memakai miniset. Kenapa miniset? Karena dari saat itulah aku mulai merasa bahwa aku ini akan tumbuh besar, tentu tumbuh dewasa. Dari situ pula aku mulai sadar bahwa semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu. Rasanya baru kemarin orangtuaku bertengkar lalu akhirnya memutuskan untuk bercerai. Rasanya baru kemarin aku menangis karenanya. Tapi kenyataannya, sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Untuk

Caramel Macchiato Dengan Susu Almond, Tetap Caramel Macchiato 'kan?

Aku gak tahu, apakah aku sudah cukup baik bagi sekitarku. Aku gak tahu. Kadang, atau bahkan sebenarnya sering aku rasakan, bahwa aku adalah orang yang jahat. Baik dari pikiranku maupun sikapku yang kadang lupa untuk aku kendalikan. Hal ini sering menjadi sesuatu yang akhirnya aku sesali. Lagi-lagi. Aku memandang segala sesuatu dengan cara 'hitam-putih'. Baik-buruk, kalah-menang. Sebelum tulisanku makin jauh, aku telah sadar bahwa segala sesuatu gak selalu tentang sedih-senang, atau yang tadi sudah aku sebutkan: kalah atau menang. Aku tak ingin lagi menjadi musuh bagi diriku sendiri. Memarahinya jika aku merasa telah gagal melakukan sesuatu, atauoun ketika aku melakukan kesalahan. Misal, aku ingin seperti ini, kalau tidak bisa? Maka aku gagal. Ibarat aku akan memarahi diriku jika aku malah menjadi kancil, bukan menjadi burung seperti aku inginkan. Aku akan menyalahkan diriku berkali-kali hinggga rasanya kegagalan adalah takdirku. Begitulah aku selama ini. Aku jadi ingat, ada yan

Satu dan Lain hal di Kepala

 Oke, akan aku awali dengan menceritakan bagaimana aku melewati hari ini. Aku menghabiskan waktu dengan meminum caramel macchiato di salah satu kedai kopi di kota Bandung. Tempatnya sangat nyaman, lagu yang diputar juga menjadi pendukung yang pas untuk menghabiskan minuman itu sambil bercakap tentang berbagai hal bersama kawanku. Dimulai dari tugas akhir yang rasanya hampir memuakkan, sampai kebodohan di masa lalu. Well, semakin ke sini aku kian menyadari bahwa diriku jadi berhati-hati terhadap siapapun. Entah aku takut jika kemudian akan disakiti, dikhianati, atau bahkan ditinggalkan. Tetapi, di sisi lain aku pun tidak peduli terhadap apa yang orang pikirkan tentangku. Aku pun menyadari bahwa selalu aku berpikir bahwa orang-orang di sekitarku itu kebanyakan dari mereka ingin menyakitiku. Tapi justru kemudian aku pun menyadari bahwa aku yang justru menyakiti mereka. Secara tak sadar. Begitulah kiranya. . . Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Aku sempat tertidur tadi. Tapi kemudian

hilang

Gambar
 di bawah lampu kota yang menyala kau padamkan semua mimpi kau lepaskan genggamanku lalu beranjak pergi putus melayang harapanku hilang tak pernah sedikitpun aku menerka kian musnah kau di ujung hari pun aku lepaskan genggamanmu lalu beranjak pergi perlahan kubersenandung putus melayang harapanku hilang